Cari Blog Ini

"WORDS CAN CHANGE ANYTHING"

Hidup ini singkat. Tidak ada waktu untuk meninggalkan kata-kata penting tak terkatakan. -Paulo Coelho-

Selasa, 18 Januari 2011

PSSI Induk Organisasi “Kampungan”


Oleh : Fajri Ibnu Susanto

Masih hangat terasa euphoria masyarakat Indonesia dalam menyambut Piala AFF yang baru saja selesai bergulir dipenghujung tahun 2010 kemarin. Maklum, euphoria ini muncul karena masyarakat Indonesia “haus” akan prestasi olahraga khususnya dibidang sepakbola. Bahkan sampai saat ini, masih banyak media yang masih meliput dan berburu berita tentang Timnas dan seputar para pemainnya, karena masyarakat seakan masih bertanya-tanya “kenapa kita gagal juara?”.
Masyarakat Indonesia dan para pecinta sepakbola nampaknya sudah cukup dewasa dalam mengahadapi apapun hasilnya pada pertandingan Final kedua yang berlangsung di Senayan. Hal itu terbukti dengan tertibnya para penonton yang datang langsung ke stadion pada saat itu. Walaupun Timnas kalah, tetapi sikap juara ditunjukan para pendukung timnas dengan aksi damai. Tanpa anarkis.
Meski Timnas Indonesia gagal meraih Piala AFF 2010, namun suporter Indonesia dinilai telah memasuki taraf kelas dunia. Menurut Anggota Komisi I DPR Ramadhan Pohan, tingkah polah suporter Indonesia ini menarik jika dilihat dari sisi hubungan internasional antara negara.
Justru sifat kekanak-kanakan ditunjukan oleh PSSI. Induk organisasi sepakbola nasional sebagai wadah yang menaungi sepakbola nasional seharusnya bersikap lebih dewasa. Justru malah mencari-cari perhatian dengan mengeluarkan beberapa statmen yang tidak penting.
Salah satunya, PSSI menilai LPI sebagai kompetisi ilegal karena keberadaannya tidak berada di bawah PSSI. Dan sebagai konsekuensi atas keilegalan tersebut, PSSI mengancam akan memberikan sanksi degradasi kepada klub yang bersikeras ikut LPI.Sialnya, tidak hanya klub saja yang bakal terkena sanksi PSSI. Ancaman hukuman juga akan menerpa semua yang terlibat dalam klub peserta LPI tersebut.
PSSI wajib menegakkan aturan bila ada anggota yang melakukan pelanggaran. Siapapun yang melanggar statuta maka sudah menjadi kewenangan PSSI untuk menjatuhkan hukuman.
PSSI sebelumnya gagal mengancam Irfan Bachdim, striker Persema Malang, yang tetap akan bermain di Liga Primer Indonesia (LPI) meski diancam akan dikeluarkan dari timnas Indonesia. PSSI kini berupaya menggagalkan LPI dengan mencari bantuan ke luar negeri. PSSI sepertinya “kebakaran jenggot” karena gertakannya tidak mempengaruhi beberapa pemain yang diancam dicoret PSSI, malah terkesan “melawan”.
Setelah Piala AFF 2010, Indonesia akan menghadapi Turkmenistan dalam dua pertemuan kandang dan tandang pra-Olimpiade 2012 London pada 23 Februari dan 9 Maret 2011. Sebelumnya, Irfan menjadi satu dari lima pemain timnas senior yang sudah dipastikan masuk seleksi timnas U-23. Pemain lainnya adalah Oktovianus Maniani, Yongki Ari Bowo, Kurnia Meiga dan Johan Juansyah.
Kasus Irfan mencuat menyusul keputusan Persema Malang --klub tempat Irfan merintis karier profesional-- memutuskan untuk keluar dari Liga Super Indonesia untuk bergabung dengan Liga Primer Indonesia (LPI). PSSI tidak mengakui keberadaan LPI dan mengancam akan memberi sanksi kepada klub peserta LPI.
Jika memutuskan tetap membela Persema, maka Irfan dipastikan akan dicoret dari timnas Indonesia. Jika tidak, Irfan dan Kim harus mencari klub baru. Karena sesuai regulasi, pemain-pemain yang mengikuti seleksi timnas itu harus berasal dari klub yang berlaga di Liga Super Indonesia.
PSSI wajib menegakkan aturan bila ada anggota yang melakukan pelanggaran. Siapapun yang melanggar statuta maka sudah menjadi kewenangan PSSI untuk menjatuhkan hukuman.
Selengkapnya...

Pameran Fotografi

Oleh : Helena Aprilia
30 Foto Dipamerkan

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) adalah salah satu Universitas Negeri satu-satunya yang ada di Banten. Oleh karena itu Untirta seringkali mengadakan kegiatan-kegitan yang akademik maupun non akademik. Fakultas Ilmu Sosial Dan ilmu Politik (FISIP) sedang mengadakan Lomba dan Pemeran Fotografi yang diadakan dari tanggal 1-12 Juli ini. Dengan tema tradisonal, yang di ikuti oleh 7 peserta dengan jumlah foto yang di pamerkan sebanyak 30 foto.
Acara yang di selenggarakan oleh FISIP khususnya Jurusan Komunikasi ini bertujuan agar para peserta yang memang memiliki minat dan bakat di bidang fotografi memiliki kreatifitas yang tinggi untuk menciptakan gambar yang hidup. Selain itu para panitia juga menginginkan supaya peserta mengambangkan ide yang mereka miliki.
Pameran foto ini di selenggarakan di dua tempat yaitu di Koridor Gedung C UNTIRTA Serang dan di UNTIRTA Teknik Cilegon. Dalam perlombaan ini akan di ambil juara favorit dari 7 peserta yang mengikuti pameran dan lomba tersebut. Penentuan Juara favorit ini diambil dengan cara voting foto yang telah dipajang selama pameran berlangsung.
Hingga saat ini pemaran masih banyak di kunjungi oleh mahasiswa dari UNTIRTA. Pameren yang berada di koridor Gedung C ini dibuka dari pagi hingga sore hari.
Selengkapnya...

Apa Politik Islam Itu?

Oleh : Adi Prayoga
Dalam penghadapan dengan kekuasaan dan negara, politik Islam di Indonesia sering berada pada posisi delematis. Dilema yang dihadapi menyangkut tarik-menarik antara tuntutan untuk aktualisasi diri secara deferminan sebagai kelompok mayoritas dan kenyataan kehidupan politik yang tidak selalu kondusif bagi aktualisasi diri tersebut. Sebagai akibatnya, politik Islam dihadapkan pada beberapa pilihan strategis yang masing-masing mengandung konsekuensi dalam dirinya.
Pertama, strategi akomodatif justifikatif terhadap kekuasaan negara yang sering tidak mencerminkan idealisme Islam dengan konsekuensi menerima penghujatan dari kalangan "garis keras" umat Islam.
Kedua, strategi isolatif-oposisional, yaitu menolak dan memisahkan diri dari kekuasaan negara untuk membangun kekuatn sendiri, dengan konsekuensi kehilangan faktor pendukungnya, yaitu kekuatan negara itu sendiri, yang kemudian dikuasai dan dimanfaatkan oleh pihak lain.
Ketiga, strategi integratif-kritis, yaitu mengintegrasikan diri ke dalam kekuasaan negara, tetapi tetap kritis terhadap penyelewengan kekuasaan dalam suatu perjuangan dari dalam. Namun, strategi ini sering berhadapan dengan hegemoni negara itu sendiri, sehingga efektifitas perjuangannya dipertanyakan.
Salah satu isu politik yang sering menempatkan kelompok Islam pada posisi dilematis yang sering dihadapi politik Islam adalah pemosisian Islam vis a vis negara yang berdasarkan Pancasila. Walaupun umat Islam mempunyai andil yang sangat besar dalam menegakkan negara melalui perjuangan yang panjang dalam melawan penjajahan dan menegakkan kemerdekaan, namun untuk mengisi negara merdeka kelompok Islam tidak selalu pada posisi yang menentukan. Pada awal kemerdekaan, kelompok Islam yang mempunyai andil yang sangat besar dalam mengganyang PKI dan menegakkan Orde Baru tidak terwakili secara proporsional pada BPUPKI atau PPKI dan karenanya tidak memperoleh kesempatan untuk ikut menyelenggarakan roda pemerintahan. Mereka bagaikan "orang yang mendorong mobil mogok, setelah mobil jalan mereka ditinggal di belakang". Sekarang pada era reformasi, gejala demikian mungkin terulang kembali. Peran kelompok Islam, baik tokoh Islam maupun mahasiswa Islam dalam mendorong gerakan reformasi sangat besar. Namun, pada perkembangan selanjutnya, gerakan reformasi tidak selalu berada dalam pengendalian kelompok Islam.
Pengendali reformasi dan kehidupan politik nasional akan berada pada pihak atau kelompok kepentingan politik yang menguasai sumber-sumber kekuatan politik. Pada masa modern sekarang ini sumber-sumber kekuatan politik tidak hanya bertumpu pada masa (M-1), tetapi juga pada materi (M-2), ide (I-1), dan informasi (I-2). Kelompok politik Islam mungkin mempunyai kekuatan pada M-1 atau I-1, tetapi kurang pada M-2 dan I-2. Dua yang terakhir justru dimiliki oleh kelompok-kelompok kepentingan politik lain.
Situasi dilematis politik Islam sering diperburuk oleh ketidakmampuan untuk keluar dari dilema itu sendiri. Hal ini antara lain disebabkan oleh kurang adanya pemaduan antara semangat politik dan pengetahuan politik. Semangat politik yang tinggi yang tidak disertai oleh pengetahuan yang luas dan mendalam tentang perkembangan politik sering mengakibatkan terabainya penguatan taktik dan strategi politik. Dua hal yang sangat diperlukan dalam politik praktis dan permainan politik.
Dilema politik Islam berpangkal pada masih adanya problem mendasar dalam kehidupan politik umat Islam. Problema tersebut ada yang bersifat teologis, seperti menyangkut hubungan agama dan politik dalam Islam. Tetapi, ada yang bersifat murni politik, yaitu menyangkut strategi perjuangan politik itu sendiri dalam latar kehidupan politik Indonesia yang kompleks dengan kelompok-kelompok kepentingan politik majemuk.
Selengkapnya...