Oleh: Yusi Adistya*
Pemilihan Umum Raya (PEMIRA) sedang menjadi topik panas bagi mayoritas mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa saat ini. Perhelatan akbar tersebut merupakan hajat tahunan Untirta dalam pengaplikasian bentuk demokrasi dalam sebuah ketatanegaraan. Melalui PEMIRA ini, mahasiswa dapat memilih sendiri siapa pemimpinnya yang kemudian akan mewakili suara mereka. Selain itu, pemimpin yang terpilih nantinya akan menjalankan roda-roda pemerintahan kampus.
Kegiatan pemilihan presiden, gubernur dan bupati bagi mahasiswa ini merupakan sebagian bentuk dari kehidupan politik dalam kampus. Ada yang berpendapat bahwa kampus adalah miniatur Negara. Awalnya saya kurang paham mengenai pernyataan tersebut, karena mungkin hanya segelintir hal yang terlihat. Seperti pembagian pimpinan organisasi dalam kabinet berdasarkan strukrurasi atau jenjang yang nyata. Namun, setelah kurang lebih dua tahun terjun ke dunia organisasi, akhirnya saya dapat menelaah sendiri makna dari pernyataan tersebut. Ternyata memang ada benarnya bahwa kampus merupakan sebuah miniatur Negara yang kongkrit.
Hal pertama yang mendukung pernyataan di atas ini dapat kita lihat dari bentukan kepemipinan yang terbagi atas beberapa residen. Indonesia menerapkan sistem demokrasi dan pembagian kepala pemerintahan berdasarkan trias politica. Artinya, struktur pemerintahan yang ada dibagi menjadi tiga kelembagaan; eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sebagai media pembelajaran dalam politik dan ketatanegaraan, kampus pun menerapkan hal yang sama.
Dalam eksekutif, mahasiswa membagi jenjang berdasarkan residen. Untuk urusan jurusan atau program studi, dipimpin oleh ketua Himpunan yang menangani aspirasi mahasiswa jurusan. Ketua himpunan ini sering disebut sebagai bupati. Jenjang selanjutnya adalah gubernur, yang membawahi urusan mahasiswa setaraf fakultas. Gubernur ini dapat juga disebut sebagai ketua Badan Eksekufif Mahasiswa (BEM) Fakultas. Dan struktur paling tinggi dipegang oleh Presiden Mahasiswa atau biasa disingkat Presma untuk menjadi pemimpin mahasiswa secara keseluruhan. Presma inilah yang kemudian menjadi ketua BEM pusat. Ketiga jenjang ini akan bertindak sebagai pihak eksekutif yang menjalankan roda pemerintahan mahasiswa melalui program kegiatan.
Selanjutnya adalah pihak legislatif. Tak ubahnya bentuk pemerintahan di Indonesia, kampus memiliki lembaga legislatif untuk menjadi pihak controller yang mengawasi jalannya roda pemerintahan. Struktur DPR (dewan Perwakilan Rakyat) di negara Indonesia disebut menjadi DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa). Hal serupa pun terjadi pada struktur MPR yang menjadi MPM. Kedua lembaga ini bertugas sebagai pihak legislatif melalui kegiatan seperti perumusan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga/AD-ART, Undang-Undang/UU, Musyawarah Mahasiswa/Musma, persidangan, pembentukan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa/KPUM dan lain-lain.
Sedangkan untuk lembaga yudikatif sendiri sayangnya kurang begitu berjalan di Untirta. Keberadaan Mahkamah Konsitusi Mahasiswa memang pernah ada pada masa pemerintahan kabinet Untirta Bersatu, namun lembaga ini tidak bertahan lama karena kurangnya perhatian terhadap kejelasan tugas pokoknya. Akhirnya, roda pemerintahan di Untirta hanya diaplikasikan melalui dua kelembagaan saja. Legislatif dan eksekutif.
Hal selanjutnya yang saya dapatkan bahwa kampus adalah sebuah miniatur negara yakni iklim politik ynag terjadi dalam organisasi. Seperti yang telah dijabarkan di atas bahwa lembaga eksekutif dipilih melalui pemilihan umum. Dalam pelilihan umum ini, mahasiswa berhak memberikan suaranya untuk menentukan siapa pemimimpinnya kelak.
Pada prosesnya, politik kampus benar-benar terasa nyata. Hal ini dapat terlihat dari rangkaian kegiatannya yang dimulai dari pendaftaran calon, verifikasi berkas, sosialiasi atau kampanye, masa tenang, hingga pemilihan pada puncak kegiatan. Aura politik berhembus kencang saat kampanye terjadi. Calon diusung oleh beberapa organisasi eksternal yang menjadi partai sebagai kendaran politik. Ketegangan pun kerap terjadi untuk memperebutkan kursi pemerintahan. Dan di puncak kegiatan, mahasiswa dapat memberikan hak suaranya melalui perhelatan akbar tersebut.
Hal ketiga yakni komposisi peranan mahasiswa terhadap pihak rektorat, fakultas serta jurusan. Adanya organisasi mahasiswa merupakan bukti nyata bahwa mahasiswa dapat mengelola kegiatan pengembangan diri di luar bidang akademis. Rektorat, fakultas dan jurusan berperan sebagai pengawas dan fasilitator beragam kegiatan mahasiswa. Keterikatan hubungan antara organisasi mahasiswa dengan tiga elemen ini sangat berpengaruh bagi kegiatan kemahasiswaan khususnya dalam hal sumber pendanaan.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kampus menjadi media pembelajaran politik dan sosial yang nyata. Mahasiswa dapat bertindak sebagai pemerintah sekaligus mesyarakat dalam kampus. Maka tak heran jika kampus memang layak disebut sebagai miniatur Negara yang kongkrit.
Aduuh..sekarang kok mau ngasih komen agak susah sih masuknya ya?
BalasHapusEh bisa ding...tadi mah susah udah 3 X nyoba juga
bg ni email saya.... maulanazulham37@gmail.com
BalasHapusmau sharing tentag mentri di pemerintahan kampus
bang iku reshare ya di blog saya
BalasHapus