Cari Blog Ini

"WORDS CAN CHANGE ANYTHING"

Hidup ini singkat. Tidak ada waktu untuk meninggalkan kata-kata penting tak terkatakan. -Paulo Coelho-

Rabu, 01 Desember 2010

MAHASISWA PERLU KEAHLIAN BERBICARA DAN MENULIS

OLEH : NURZAHARA AMALIA
Kemampuan berbicara memang sangat diperlukan, karena tidak bisa dipungkiri dalam kehidupan ini pasti berhadapan dengan masyarakat luas, maka seni berbicara sangatlah penting. Alangkah lebih baik juga jika diiringi dengan kemampuan menulis. Maka dari itu Himpunan Mahasiswa Komunikasi (Himakom) Untirta menggelar seminar The Power of Public Speaking dan Workshop Jurnalistik Selasa (22/6) dan Kamis (24/6) di ruang teleconference Untirta.
Sebanyak 50 peserta seminar The Power of Public Speaking tampak asik mengikuti pemaparan materi yang disampaikan Helena Oli’I mantan reporter Radio Republik Indonesia dan Boyke Pribadi dari Humas Untirta. Sebelum menyampaikan materi, Helena Oli’I memberi simulasi pada peserta untuk membacakan naskah tulisan yang ia bawa. Dari simulasi tersebut ia mengatakan peserta setidaknya sudah memahami bagaimana teknik berbicara. Karena bisa membedakan cara membaca naskah berita, naskah sastra, dan naskah presenter. Pada kesempatan tersebut ia pun menyampaikan untuk menjadi pembicara yang baik perlu memiliki pengetahuan, ketulusan, semangat dan sering latihan. Hal serupa disampaikan pula Boyke Pribadi.
“How to be a good speaker cuma satu kuncinya, yaitu practice!” kata Boyke saat seminar tersebut. Peserta tampak antusias sehingga pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan peserta.
Di hari berbeda, masih dalam rangkaian yang sama Himakom menggelar workshop Jurnalistik dengan menghadirkan Tb Fauzi Redaktur Radar Banten, Krisna Widi Arya Redaktur Kabar Banten, dan Bahroji mantan reporter Banten TV.
Sebanyak 71 peserta yang mengikuti workshop tersebut tertarik pada bagaimana teknik pembuatan feature dan jurnalisme sastrawi. Tb Fauzi mengatakan, untuk membuat penulisan jurnalisme sastrawi perlu daya analisis dalam dan data yang benar-benar lengkap. Sehingga proses peliputan untuk membuat karya jurnalisme sastrawi membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
“Dulu ada majalah satu-satunya di Indonesia berupa karya jurnalisme sastrawi, yaitu majalah Pantau yang sekarang sudah tidak beredar lagi, maka dari itu jika kalian tertarik menulis jurnalisme sastrawi, mulai sekarang berlatih aja dulu menulis yang ringan seperti nulis cerpen, feature, atau berita straight news,” saran Fauzi pada peserta.
Ratu Anggun, Ketua Pelaksana kegiatan mengatakan, seminar dan workshop yang digelar tersebut untuk mengajak mahasiswa memiliki keahlian berbicara dan menulis yang pasti dibutuhkan di kemudian hari.
“Semoga peserta bisa mendapatkan manfaat dari kegiatan ini sehingga bisa diaplikasikan dalam kehidupannya kelak,” tutup mahasiswi semester IV Humas ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar